Enditop: 2011

Jumat, 30 Desember 2011

just a simple thought of the end of this year

Ini cuma beberapa pikiran-pikiran yang kadang menurut saya penting, dan kadang juga cuma terlintas sesaat, semuanya (sebelumnya) cuma saya tulis di note hape, tetapi karena kondisi memori yang mengecil, maka saya tulis saja disini.

Kalau sepakbola atau bulutangkis  yang mulai kurang berprestasi kayaknya semua cabang olahraga jadi keliatan kurang berprestasi juga. (terpikir sesaat setelah kekalahan sepakbola Timnas Indonesia VS Timnas Malaysia)

Ini kenapa saya tidak terlalu suka dengan buku yang berjenis motivasi, ataupun yang kayak dari anak kurang mampu trus punya cita-cita yang tinggi, dan terus mengejar cita-citanya tanpa lelah dan bla bla bla (no offense), karena dari sekian banyak novel atau buku seperti itu yang saya baca lebih banyak terlihat menggurui daripada bercerita, dan karena saya sekolah saja rasanya kebanyakan bosan jadi yah....
Dan kenapa saya jadi lebih suka membaca metropop, chicklit dan sebagainya, karena buku-buku seperti itu lebih memotivasi saya untuk belajar, biar bisa punya kehidupan "mewah", memotivasi saya secara tidak langsung tanpa perlu merasa digurui oleh guru yang kadang sok tahu. (terpikir sesaat setelah melihat buku motivasi yang dibeli mahal dan sampai sekarang belum selesai kebaca, rugi cuyyyy)

Tiga hal penting yang tidak boleh kurang kalau saya punya anak nanti, agama, pendidikan dan kesehatan. Tidak boleh kurang penjelasan tentang agama, tidak boleh ada yang namanya kuran dana untuk pendidikan, dan tidak boleh kurang tanggap tentang kesehata. Dan berhubung ketiga-tiganya saya masih kura, agama apalagi, jadi saya memutuskan untuk punya anak nanti-nanti saja (yaeyalahhh). (Tiba-tiba kepikiran saat berbincang dengan mama di suatu malam yang dingin di dalam mobil. *tsah)

Hati-hatilah, Pak, kalau ngomong di tv, kalaupun memang kenyataannya kita (tuan rumah) dikit-dikit dibantu wasit, tapi hal-hal seperti itu gak usah diumbar karena nanti kesannya itu jadi hal yang biasa, yang nonton nanti berpikir "oh, kalo jadi tuan rumah tuh bisa dibantu-bantu sama wasit". Jadi curang kok bangga? (22/11/11 mengomentari pernyataan narasumber "lupanamanya", tentang kemenangan umum Indonesia di Sea Games)

Saya rasa cukup itu saja dulu tahun ini, terima kasih untuk 2011 yang telah banyak memberikan kebahagiaan, see you next year! :)



Minggu, 18 Desember 2011

Gerhana Kembar oleh Clara Ng

Kisah ini adalah kisah perjalan hati. kisah tentang keluarga, kisah tentang keberanian, kekuatan dan ketabahan. Kisah cinta yang tak pernah kehilangan makna walau diberikan diantara dua perempuan.
Lendy, seorang editor buku tanpa sengaja mendapatkan naskah tua yang ditulis oleh neneknya, naskah yang akhirnya membawa Lendy untuk berpetualang dalam kehidupan masa lalu nenek dan ibunya, naskah yang mengungkap bagaimana Lendy bisa ada di bumi ini. Sementara Lendy mengungkap masa lalu hidup keluarganya dari naskah itu, neneknya, Diana Sutanto, terbaring sakit melawan kanker, dan berusaha berdamai dengan kisah cintanya yang belum selesai. Berhasilkah Lendy menyelesaikan kisah cinta masa lalu neneknya? Yah, bacalah novel ini segera. (tsahhhh....)

 Novel ini saya rasa cukup menarik, dengan mengangkat tema tentang lesbian dan keluarga, dan dengan memakai alur (saya lupa nama alurnya apa, semoga yang saya tulis ini benar) alur maju-mundur,  nah, karena memakai alur (anggap saja) maju-mundur itu, novel ini lebih terasa real dalam penggambaran kehidupan dua karakter utamanya, Lendy dan Diana Sutanto.  Baiklah, dengan kapasitas saya sebagai pembaca novel ini, saya merasa puas dengan novel ini. #UdahGituAja 

Rabu, 30 November 2011

Ramuan Drama Cinta oleh Clara Ng

Kehidupan Oryza memang sudah aneh, makin bertambah aneh ketika ayahnya dan kakaknya tanpa sengaja terkena “Love Potion Versi #472”. Sampai disini sudah kelihatan kan anehnya?

Belum selesai dengan ayah dan kakaknya, adik Oryza, Solanum juga terkena ramuan cinta itu (walaupun hanya sedikit), parahnya Solanum jatuh cinta pada kakaknya sendiri, Oryza.

Makin berbelit-belit karena ada Xander yang sudah dijodohkan dengan Oryza, ada Pax yang menyihir dirinya sendiri menjadi kucing peliharaan Oryza agar bisa terus berdekatan dengannya, ada Strawberry yang berusaha mati-matian terlihat pintar untuk mengesankan Xander, ada lagi Nuna yang putus asa dengan Xander dan memilih kencan dengan Yang Mulia Paduka Terhormat Pemimpin Besar Parlemen Penyihir Varaiya Tsungta Zvar (pfiuhhh), ada Aqua yang melempar Love potion Versi #472 nya, yang awalnya untuk Xander, tetapi malah kena di Samudra, ayah Oryza, ada Gus yang ikut ketika Aqua melempar ramuannya dan kecipratan sehingga jatuh cinta pada Zea, kakak tertua Oryza, ada berbagai macam kejadian, berbagai macam nama hewan aneh, berbagai macam kesialan, berbagai macam kejadian-kejadian bodoh.

Novel tentang penyihir ini memang tidak mungkin disamakan dengan novel-novel seperti Harry potter dan lain-lain, tapi juga tidak kalah menarik dibanding dengan novel-novel best-seller tersebut, seperti berada di dunia dongeng-kesialan, novel ini sanggup menghibur, menjengkelkan, menggemaskan tetapi layak untuk dibaca sampai habis.

Tiga Venus oleh Clara Ng

Be careful of what you wish for.
Hidup tiga perempuan, Juli, Emily dan Lies berubah ketika mereka harus bertukar jiwa satusamalain.
Juli menjadi Lies, Lies menjadi Emily, dan Emily menjadi Juli.
Juli, ibu rumah tangga, 3 anak, pengusaha katering, punya mertua rese.
Lies, ibu guru, tanpa anak, janda.
Emily, wanita karir, belum menikah.
Kau tidak akan pernah bisa memahami seseorang hingga kau melihat segala sesuatu dari sudut pandangnya...hingga kau menyelusup ke balik kulitnya dan menjalani hidup dengan caranya.
(To Kill A Mockingbird – Harper Lee)
Tiga perempuan dengan latar hidup yang berbeda ditukar “paksa”, rumit tentu saja, harus menjalankan hidup di tubuh orang lain dengan kehidupan orang lain membuat tiga perempuan ini menjadi dekat.
Clara Ng, saya rasa sukses menciptakan tiga tokoh yang ditukar ini menjadi menggemaskan, lucu, tapi tetap memiliki nilai yang bisa didapatkan, seperti ketika Emily yang  berada di tubuh Juli harus berdebat dengan Kepala Sekolah anaknya, atau ketika Juli yang berada di tubuh Lies memperjuangkan muridnya yang aborsi, dan lain-lain. Cerita tukar-menukar jiwa ini sebenarnya sudah banya, tapi buku Clara Ng ini cukup menghibur dan berbeda.
Sekian dan terimakasih.

Rabu, 23 November 2011

Travelers’ Tale, belok kanan: Barcelona! Oleh Adhitya mulya, alaya setya, iman hidayat, ninit yunita

Empat sahabat, di empat tempat berbeda, mencari empat jawaban yang sama, di Barcelona.

Berawal dari email undangan pernikahan Francis Lim kepada tiga sahabatnya, Retno Wulandari, Farah Babedan, dan Jusuf Hasanuddin, cerita perjalanan mereka menuju Barcelona dengan misi masing-masing dimulai.

Francis Lim, pianis yang sedang mengadakan tour, dan masih dengan bayang-bayang masalalu perasaannya bersama Retno, dia malah memutuskan untuk menikah dengan perempuan Spanyol, di Barcelona.

Farah Babedan, di Hoi An, Vietnam, tertegun membaca email undangan pernikahan dari Francis, dan memutuskan untuk melakukan perjalan ke Barcelona demi sebuah jawaban atas pertanyaan yang belum pernah dia tanyakan ke Francis, dia mencintainya.

Retno Wulandari, Kopenhagen, Denmark, menuju Barcelona untuk mengahdiri pernikahan Francis, pria yang sudah dua kali dia tolak sebelumnya hanya karena satu perebedaan (yang katanya membuat semua persamaan jadi tidak berarti. *tsah).

Jusuf Hasanuddin, Cape Town, Afrika Selatan, menuju Barcelona secara tidak sengaja, dengan misi mengehentikan Farah, karena jatuh cinta sama Farah, eh.

Jadi ceritanya, mereka berempat ke Barcelona dengan cara masing-masing, uang terbatas, dan misi khusus tersendiri, perjalanan mereka ke Barcelona menyajikan sesuatu yang mirip-mirip sama buku travel lainnya (yaeyalah, judulnya saja Travelers’ tale), dan misi-khusus-kisah-kasih-tak-terungkapnya membuat buku ini beda dengan buku travel lainnya. Mengutip kata Wimar Witoelar sang penulis Kata Pengantar di buku ini ‘asyik, baca deh buku ini.’

Antologi Rasa oleh Ika Natassa

Antologi rasa, novel ketiga Ika Natassa (yang sudah saya baca) ini membuat saya mikir mau nulis apa untuk reviewnya, mau dibilang bagus, keren, enak, jleb, nampol, nendang yah semua benar lah, seperti judulnya banyak rasa yang timbul setelah saya baca novel ini.

Masih seperti dua novel sebelumnya dari Ika Natassa yang sempat saya baca AVYW dan Divortiare, novel ini masih Ika Natassa banget (menurut lo?), masih dengan percakapan yang witty, kadang pedas tapi cukup cerdas, dan masih dengan kehidupan “anak-anak bank”, tapi kali ini digambarkan cukup menarik karena langsung dengan sudut pandang karakter masing-masing.

Ada keara, ada Harris (uh yeah), dan Ruly (booo....), tiga sahabat yang saling muter-muter jatuh cintanya, sebenarnya empat sahabat sih, sama Denise. Jadi Harris ini suka sama Keara, Keara suka sama Ruly, Ruly suka sama Denise, Denise suka sama orang lain, yang menarik semuanya sukanya diam-diam jadi “cinta mutar-mutarnya” jadi lebih complicated. Yah, inti ceritanya sih begitu, mungkin kelihatan biasa karena saya yang gak tahu nulisnya, tapi coba baca novelnya, u’ll get more unexpected story, yah setidaknya ini berlaku di saya. Alur cerita yang cepat, dengan latar yang “berasa nyata”, dan penggambaran karakter-karakter yang ciamik, maka dengan senang hati saya kasih 4 dari 5 bintang. I couldn’t say more than udahlah, baca aja bukunya, dan cari rasa mu sendiri! *tsah 

Minggu, 30 Oktober 2011

Mungkin ini cuma karena saya belum sadar pernah merasakan cinta

Di beberapa novel, status di twitter ataupun facebook, atau kata teman-teman saya yang sudah pernah mengalaminya, orang jatuh cinta itu pakai perasaan, tidak rasional, blind, tai kucing pun rasa coklat, harus sakit dulu baru kita tau itu cinta dan lain sebagainya.

Ini tentang beberapa orang yang pernah saya temui, yang mengakui tentang sakitnya perasaan mereka karena cinta, tapi masih tetap bertahan karena katanya mereka cinta. Ini tentang rasa tidak setuju saya kepada mereka karena mereka sepertinya hanya menutup mata karena takut tentang cinta yang lain. Ini tentang keinginan saya untuk menyampaikan semakin mereka menutup mata, semakin kecil kesempatan untuk dapat cinta yang lain, yang lebih menyenangkan.

Ketika dulu masih kecil, saya pernah berharap kisah cinta saya seperti putri yang dikutuk kemudian datang pangeran tampan yang menyelamatkan saya dan hidup bahagia selamanya, sayang hari ini saya bukan seorang putri dan saya tidak ingin sama sekali kena kutukan, walaupun saya masih tetap ingin mendapatkan pangeran apalagi yang tampan. Mungkin di zaman sekarang ini ceritanya sudah berubah sedikit, sang putri harus disakiti dahulu sama pangeran bukan kutukan, lalu pangerannya sadar kemudian minta maaf, berjanji akan merubah segalanya, mereka baikan dan hidup bahagia selamanya.

Karena sampai saat ini saya merasa belum pernah jatuh cinta, mungkin belum sadar, saya sama sekali tidak memiliki bayangan kenapa ada sebagian orang yang tetap bertahan walaupun telah mengaku sakit. Sampai saat ini saya menganggap jatuh cinta itu harusnya yang bahagia-bahagia, yang senang-senang, yang enak-enak. Seperti putri yang kena kutukan, kutukannya kan hanya berlaku ketika belum bertemu si pangerannya atau cintanya, kalau sudah ketemu kan mereka bakal hidup bahagia, kenapa orang-orang ini malah kayak dapat kutukan setelah ketemu pangerannya? Cintanya?

Tapi karena kata mereka saya tidak akan tahu rasanya karena saya belum pernah merasakan jatuh cinta, jadi kali ini saya cuma bisa berharap saja kalaupun nanti saya sadar sedang jatuh cinta sama seseorang yang jatuh cintanya pakai "banget", logika saya masih jalan walaupun itu sedikit, lidah saya masih berfungsi sehingga mengetahui yang mana tai kucing dan yang mana coklat, mata saya tidak menjadi minus atau plus dan tetap sadar tentang mana hal menyakitkan dan mana hal menyenangkan, saya tidak mendapatkan kutukan apapun sebelum dan sesudah bertemu dengan pangeran saya yang semoga saja tampan. Amin.

Morning Brew oleh Nina Addison

Reney menganggap dunianya hancur setelah putus dengan pacar hampir delapan tahunnya, Boy. tetapi dengan bantuan Ivana dan Denny, sahabat dan partner kerjanya di morning brew, Reney berhasil melewati ini semua. Cerita di novel ini simple, reney putus, trus cerita tentang dia move on dan sebagainya, sampai akhirnya ketemu dengan Mr. Right nya bla bla bla..

Yuk, mampir ke dunia Morning Brew. Reney, Danny dan Ivana dengan senang hati siap menemani dengan cerita dan segelas kopi hangat plus semangkuk soup of the day yang akan bikin kamu ketagihan!
Ketika membaca judul dan kutipan resensinya (seperti yang di atas), saya mengira cerita ini akan membahas tentang Reney, Ivana dan Denny dengan morning brew mereka, sayang sekali, cerita di novel ini terlalu terpusat dengan kehidupan asmara Reney. Sosok Ivana dan Denny hanya dijadikan sosok pendukung, dengan Ivana yang rasional dan Denny yang optimis, menjadikan mereka sebagai sahabat sesuai, yin dan yang menurut reney. Tapi saya suka info-info intermezzo yang diberikan novel ini, setidaknya menambah sedikit pengetahuan saya daripada pengetahuan bahwa ternyata ditinggal pacar hampir delapan tahun itu menyakitkan. Novel ini tidak membuat saya ketagihan, tetapi tidak juga membuat saya berhenti di tengan jalan, mungkin itu saja dari saya, lebih dan kurangnya silahkan kalian yang atur.

I Ordered My Wife From The Universe by Stanley Dirgapradja

Teguh Pradana Wirawan, mungkin memiliki semua yang diinginkan orang yang hidup di kota besar. Pekerjaan mapan, lingkungan sosial kelas atas, teman-teman menyenangkan, hingga pacar nyaris sempurna, setidaknya itu yang dia rasakan.

Hingga semua kesempurnaan hidupnya dirasakan menjadi tidak ada artinya ketika si pacar nyaris sempurna itu mengkhianatinya. Terpuruk dengan kisah cintanya, Teguh akhirnya memutuskan untuk tidak mencintai lagi, sampai akhirnya bertemu dengan Nadia, dengan tanpa sengaja, di situs pencarian jodoh.

Begitulah kira-kira garis besar cerita novel ini, gaya bahasa ibu kota, sedikit sering di campur bahasa asing, dan berbagai penyebutan brand ternama hingga tempat nongkrong para eksekutif muda menjadikan novel ini sangat khas dengan jenisnya yang memang ‘metropop’. Tapi sayang, buat saya pribadi, alur cerita yang disajikan kadang terlalu lambat sehingga membuat saya sedikit bosan, dengan akhir yang sudah jelas bisa diketahui di pertengahan buku, membuat saya agak malas untuk menyelesaikan buku ini, tapi karena buku ini sewaan dan saya akan merasa sangat rugi kalau tidak diselesaikan, yah dibacalah sampai habis bis bis...

Yang membuat saya agak jengah adalah rasa ketidak percayaan diri si tokoh utama (Teguh) dengan kegemukan, berat badan, atau apalah yang biasa penulis sebutkan di buku ini, hampir di setiap bab dimunculkan ketidak percayaan diri si tokoh utama tersebut. Entah mungkin itu memang yang penulisnya ingin tunjukkan, tapi bagi saya, agak berlebihan jika hampir semua tentang kegemukan si teguh di umbar di setiap bab. Buat saya di bab-bab awal pembaca (saya) juga sudah tahu si tokoh utama ini gemuk, besar, gendut, dan merasa kurang percaya diri dengan badannya, jadi tidak perlu untuk semua bab ada bagian lagi yang menegaskan kalau dia gemuk, besar gendut dan merasa kurang percaya diri, kalau memang begitu lebih baik mungkin judulnya “The Fat Man Who Ordered His Wife from Univerese”, no offense yah, cheers! 

Rabu, 28 September 2011

Halo! Akhir ini saya ...

Halo!

Saya masih hidup!


Hanya rasanya susah sekali menumbuhkan sikap konsisten untuk selalu menulis di blog ini.

Tidak banyak yang berubah di dunia saya sepanjang postingan terakhir di blog ini, hari masih ada tujuh, sehari masih ada 24 jam, muka saya masih tetap manis, Anda mungkin masih salah satu fans saya.

Akhir ini saya sempat membaca sebuah novel, judulnya Genogram, salah satu novel yang senior saya sarankan untuk saya baca, dan sekarang saya sarankan untuk kalian juga baca.

Akhir ini juga saya sempat mendengar lagu Alamat Palsu, ehhh, terserah kalian sih mau dengar atau tidak, untuk yang ini saya tidak akan menyarankan apa-apa.

Akhir ini juga saya sedang sibuk dengan sesuatu yang entah penting atau tidak.

Yah, inilah akhir postingan blog saya kali ini, semoga bermanfaat, salam.

Selasa, 12 Juli 2011

Pengingat

Silahkan katakan aku bodoh karena aku terlalu malas untuk berkenalan dengan segala paham dari Karl bla bla atau Freud atau siapalah nama yang sering kau sebutkan. Bagi ku itu hanya bentuk penyederhanaan dari otak dan hidup ku yang malas bertentangan dengan realita.
Silahkan mencaci tulisan ku yang kadang tidak menempatkan tanda baca dengan baik dan benar, buat ku itu hanya penyederhanaan dari keinginan ku yang hanya ingin menulis untuk mengeluarkan 'sesuatu' bukan untuk mendapatkan 'sesuatu'.
Silahkan mengatakan aku orang paling malas karena lebih menyukai segala yang instan, buat apa mementingkan proses ketika yang dipandang adalah akhir.
Tidak masalah jika mengatakan aku orang yang tidak peduli sesama, karena aku memang lebih suka memikirkan hidup ku, toh semua orang juga sudah memiliki akal dan jalannya masing-masing, kenapa aku harus turut capek untuk memikirkannya.
Silahkan katakan penyederhanaan ku ini suatu bentuk pembenaran tentang kebodohan dan kemalasan ku, semoga suatu saat nanti aku bisa peduli.

Minggu, 10 Juli 2011

Iseng Mikir

Lucu sekali rasanya melihat pemberitaan di media-media masa saat ini, media sepertinya hanya dijadikan seperti sebuah bola yang terus dioper-oper dari satu kaki ke kaki yang lain, belum tuntas berada di kaki satu sudah dioper ke kaki lainnya, bagi mereka yang mengatakan media is new God, sorry to say this, darling, sepertinya ada God-God lainnya yang lebih punya kuasa untuk mengontrol si “God-media”, lihat saja bagaimana media sekarang tidak punya daya untuk menyelesaikan suatu berita ketika muncul berita lain yang lebih menaikkan rating. Sepertinya mereka hanya bisa menaikkan isu, lalu didialogkan, tapi lupa untuk mengawasi sampai selesai. Terprovokasi sendiri oleh berita yang dinaikkan.

Selasa, 21 Juni 2011

Percakapan Kita

“Apa yang kau lihat daritadi? Kenapa hanya diam dan kekosongan yang kudapat? Apakah kau tak sadar aku ada di hadapan mu?”
“Aku tak tahu, aku bosan, mungkin saja aku akan membuat puisi seperti di film dian sastro itu, mungkin aku akan benar-benar lari ke hutan jika aku mampu, sayang itu hanya akan terdengar seperti lelucon basi.”
“Setidaknya dalam kebosanan mu kau pasti memikirkan sesuatu, kan?”
“Entahlah, aku tak begitu yakin.”
“Kalau begitu mari kita memikirkan sesuatu, sial, sepertinya aku sudah bertindak seperti kartun perempuan kecil berponi itu, iya kan? Hahaha...”
“Aneh, aku tak bisa tertawa lagi sekarang.”
“Kenapa? Apakah lelucon ku 'garing'?”
“Yah begitulah, sepertinya kau harus belajar pada orang-orang yang biasa berdiskusi di kotak-kotak kecil itu, mereka sangat lucu, mereka sepertinya suka sekali memakai berbagai warna baju, kadang kuning, biru, merah, hijau sudah selayaknya badut, sangat menghibur!”
“Yah, aku juga pernah melihat mereka, tapi aku tak setuju dengan mu, mereka sama sekali tak menghibur, bagaimana mungin kau bisa merasa mereka itu lucu?”
“Ayolah, apakah kau tak memiliki sense of humor? Masa yang seperti mereka tak kau anggap lucu? Lihat bagaimana mereka selalu berdiskusi dengan penuh semangat saat ini, lalu akan lupa esok hari, mana ada orang di dunia ini yang pelupa seperti mereka?”
“Itu hanya terlihat bodoh bagiku, tidak lucu sama sekali, dan kau sadar akan itu, iya kan?”
“Betul, tapi tidak kah kau merasa semua yang bodoh itu enak untuk ditertawakan? Kita akan selalu tertawa untuk sebuah kebodohan, iya kan? Sial, aku mulai tak mengerti apa yang sedang aku bicarakan.”
“Terserahlah, toh setidaknya kau sudah menulis sesuatu, tak membiarkan aku kosong melompong seperti tadi.”

Selasa, 31 Mei 2011

A Very Yuppy Wedding by Ika Natassa

Ini novel kedua dari Ika Natassa yang saya baca setelah Divortiare, tapi sebenarnya novel ini lebih dulu terbit daripada Divortiare. Dan setelah membaca dua karangan dari Ika Natassa ini (walaupun pasti banyak orang yang bakal bilang “kemana aja lo, baru baca  sekarang?), saya janji akan baca novel-novel selanjutnya dari dia. Damn, i’m addicted!

Sejujurnya saya tidak terlalu tertarik dengan jalan cerita novel ini, tapi saya benar-benar tertarik dengan gaya penulisan dari Ika Natassa, ringan, cerdas, sexy, straigh-to-the-point. Sama seperti Divortiare, saya gak mau berhenti baca ini bahkan untuk pipis, makan, update status, liat timeline twitter dan sebagainya. Ringan tapi masih tetap berisi!

So, here’s the story!
Ada Andrea, bankir muda yang promosi jabatannya sudah ada di depan mata. Ada Adjie, bankir muda yang promosi jabatannya juga sudah ada di depan mata. Lalu apa yang jadi masalah? Yah, mereka. Hubungan mereka yang sama-sama terjalin di satu bank besar, yang sialnya punya aturan seperti bank-bank lain yang melarang pegawainya untuk menjalin hubungan pribadi. *tsah

Nah, mereka akhirnya disuruh milih kan, pokoknya salah satu diantara mereka harus ada yang mundur dari pekerjaannya. Andrea yang obsesi punya karir cemerlang di usia yang terbilang muda, trus Adjie yang cinta mati sama Andrea,dan ketika harus milih siapa yang harus mundur akhrinya malah jadi persoalan sendiri di novel ini. Belum lagi, ada Ajeng, teman satu kantor Andrea dan Adjie yang terang-terangan ngomong tertarik sama Adjie. Trus ada Radit, mantan pacar Andrea yang muncul di saat-saat terakhir penentuan hubungan Andrea dan Adjie. Sampai dengan segala macam persiapan pernikahan adat jawa yang buat Andrea pusing. Ika Natassa sepertinya sukses buat semua itu jadi konflik-konflik ringan sampai berat untuk hubungan Andrea-Adjie ini.

Yah, keseluruhan, novel ini keren. Metro-romantic-pop! 

Divortiare a novel by Ika Natassa

Hmmm... Biasanya di paragraf pertama, kedua atau bahkan sampai yang ketiga saya akan menulis tentang bagaimana cerita dari novel ini, bagaimana tokoh dan apa konfliknya, tapi untuk kali ini saya akan membiarkan pandangan saya berada pada paragraf pertama, kedua atau mungkin sampai ketiga dan selanjutnya (nah lho)
 Divortiare,sebuah novel dari Ika Natassa, yang sukses buat saya baca dari jam 8 malam sampai jam 3 subuh, tanpa berhenti, bahkan untuk pipis, makan, update status, liat timeline twitter dan sebagainya. Novel dengan dialog-dialog ringan tetapi tetap kuat dan tidak kacangan. Novel dengan penggambaran tokoh dan konflik yang kuat.
Alexandra, relationship manager, salah satu bank swasta Ibu kota, yang menikah pada usia 25 tahun dan harus bercerai pada usia 27 tahun. Alexandra dan Beno Wicaksono, bankir dan dokter, sibuk dan sibuk, lost communiction and lost communication. Sepertinya perbedaan mereka hanya pada profesi dan jenis kelamin, selebihnya mereka sama.
 –Karena kalau aku membencinya, ia tidak akan bisa menyakitiku. Kita hanya bisa disakiti oleh  orang-orang yang kita cintai, ya kan? Jadi aku memilih membencinya. Aku memilih membencinya–
       Cerita dimulai setelah dua tahun Alexandra bercerai dengan Beno, setelah dua tahun dengan masih ada tatto nama Beno di dadanya, setelah dua tahun perceraian dan Alexandra masih memakai Beno sebagai dokter pribadinya. Setelah dua tahun dan masih saja ada pertengkaran jika mereka bertemu. Dan setelah semua itu akhirnya Alexandra mencoba membuka hati untuk Denny, Denny yang selalu menyenangkan dan tidak pernah menyakitinya.
      Dan cerita terus berlanjut dengan bayang-bayang masa lalu Alexandra  dan Beno, ditengah hubungannya bersama Denny.
Dan apakah hanya sampai disitu? Oh.. tentu tidak!
Dan apakah saya akan menyuruh Anda untuk membacanya sendiri? Oh.. tentu saja!

Dan ini satu paragraf yang paling saya sukai
 – it’s funny how in Indonesia, prestasi seorang perempuan itu umumnya dinilai dari apakah ia telah menikah. Apakah ia telah menikah dengan pria yang mapan, kaya, tampan, alim, rajin menabung, suka menolong (dan segala tetek-bengek Pramuka itu. I have nothing against Pramuka, really. This is just me being satiric little self) apakah ia punya keluarga yang bahagia. Apakah ia punya anak-anak yang cakep dan pintar. Lantas, ketika pernikahan itu bubar, semua “kekerenan” jadi perempuan itu hilang. Lenyap. Yang ada cuma the blame game. Sudah jelas kan, yang jadi korban the blame game itu siapa? Di saat “duda keren” terdengar sangat cool, “janda kembang” justru terdengar amat merendahkan. –

Sabtu, 21 Mei 2011

Ini Untuk Pipi




Ini tentang Pipi.
Tapi ini bukan tentang Pipi yang ada di muka Anda. Ini tentang Pipi teman saya, orang yang unik tapi mengagumkan.
Saya ketemu dia waktu awal masuk kuliah, dan sampai sekarang hampir 5 dari 7 hari saya, saya selalu ketemu dia. Dan saya masih tetap kagum sama keunikannya. Dia unik, tapi cukup cerdas di keunikannya.

Dulu, pertama kali saya ketemu dia, dan dia masih dengan gaya bicara yang 'aneh' nya, dalam pikiran saya waktu itu "orang ini aneh, kayaknya saya harus jauh-jauh dari dia" tapi sial nya, dia malah makin dekat-dekat ke saya, ihhh...

Sekarang, dia masih jadi teman saya, dan masih unik juga (sebenarnya, kata 'unik' ini dia yang suruh, buat saya dia itu 'aneh' atau mungkin dia ternyata alien, wow!).
Dia unik karena hmmm... dia selalu pasang tampang blo'on, atau memang tampang blo'on itu sudah terpasang semi-permanen di mukanya, saya juga kurang tau, tapi kata-kata 'jangan nilai buku dari sampulnya' itu memang cocok untuk dia, saya selalu kagum kalo dia lagi ngomong nge-enggres. Saya kagum dengan pemikiran-pemikiran uniknya. Saya kagum dengan niatnya yang selalu mau belajar, dan yah saya ketinggalan jauh dari dia.

Dan untuk kalian yang juga menganggap Pipi ini aneh tapi mengagumkan, sepertinya kita harus buat grup. Bagaimana kalo "Pipi Aneh Holic Group" atau "Pipi Aneh Lovers" atau "Komunitas Pengagum Pipi Aneh"?


*Ini penampakan Si Pipi Aneh itu.*


*Model sampul majalah playboy selanjutnya*




Sabtu, 14 Mei 2011

Budaya Power Rangers

Saya ingat banget dulu waktu kecil mama selalu ajarkan untuk tidak minta-minta ke orang lain, apapun itu, apalagi uang, bahkan untuk minta uang ‘lebaran’ ke om sendiri itu dulu rasanya segan.
Budaya-budaya sopan santun yang mama ajarkan dulu, walaupun mungkin masih dalam skala kecil, kadang masih bisa saya jalankan, kadang berlebihan dan kadang hilang sama sekali.
Dulu kalo makan harus di meja makan, semakin kesini, makan itu makan deket sama tipi hehehe
Dulu gak boleh pake gelas, sendok atau apapun yang bekas mulut orang lain, mau keluarga atau temen, waktu masuk pramuka pas SD hilanglah kebiasaan itu.
Dulu harus kerja tugas sekolah dulu baru boleh main keluar atau tidur, sekarang? Eh.. Tugas itu apa yah? 
Dan yang paling penting, itu cium tangan sama orang yang lebih tua, saya sih masih terbiasa, tapi kayaknya sekarang orang lebih suka cium pipi, daripada cium tangan. Dan kebiasaan ini sampai juga di keluarga saya, kalau cuma di keluarga inti sih biasa, dari dulu juga gitu, tapi sampe di tante atau om atau sepupu yang dulu biasanya cuma cium tangan, sekarang setelah itu harus cium pipi juga. Dan ternyata ini berlaku juga bagi orang-orang yang kita kenal, sebagian dari mereka suka ada yang langsung pengen cium pipi aja, dan jujur saya kadang terganggu.
Kadang kalo untuk orang-orang baru yang saya kenal, saya lebih suka salaman (kalo seumuran atau dia lebih muda dari saya) dan cium tangan (kalo lebih tua), kesannya lebih sopan, dan gak sok akrab (yah karena emang belum akrab, kan?). Males aja gitu rasanya kalo belum akrab udah mau cium pipi, apalagi kalo ‘si pencium pipi’nya itu lagi jerawatan atau mukanya minyakan *iyuwh
Nah, sekarang kalo makan di meja makan, rasanya terlalu ‘kaku’, kalo gak mau pake bekas orang bakal dikatain ‘sok bersih’, kadang kalo baru mau cium tangan, ehhh.. si yang punya tangan langsung main cium pipi aja. Jadi suka bingung sendiri, ini apa orangtua saya yang kemarin ngajarinnya kurang ‘memandang masa depan’ *alah, kok yang mereka ajarin semuanya jadi aneh kalo dilakuin pada masa ini. Atau saya yang salah bergaul, atau memang budaya itu kayak power rangers? Cepat sekali berubah.
Nah ternyata nih, sebenarnya selalu akan ada budaya baru, kalo budaya satu hilang, pasti sadar atau tidak kita ternyata udah ada di budaya penggantinya lagi, kayaknya akan begitu seterusnya. Yang jadi masalah yah kalo ternyata kita bahkan gak tau sama sekali kita lagi ada di budaya mana, yah kayak saya sekarang.

Jumat, 13 Mei 2011

Nih laporan tentang novel The Bridesmaid’s Story


“bridesmaid tidak boleh terlihat lebih cantik dibandingkan pengantin”

                Seperti judulnya nove The Bridesmaid’s Story karangan Irena Tjiunata ini secara garis besar berkisah tentang perjuangan Kesya Artyadevi yang menjadi bridesmaid sahabat nya, Cecilia Almira Saraswati.
                Kesya Artyadevi, sang designer perhisaan yang muda dan berbakat, orang yang sederhana, a smoker hater.
                Cecilia Almira Saraswati, sang calon pengantin, sahabat terdekat Kesya sejak TK, a drama queen.
                Cecil dan Alo adalah pasangan sempurna yang saling melengkapi, dan ketika akhirnya mereka memutuskan untuk menikah, Kesya dan Marco Raphael Eagan, diputuskan untuk menjadi bridesmaid and bestman bagi pernikahan mereka. Bridesmaid and bestman bukan hanya menjadi pendamping pengantin pada saat pernikahan, tapi mereka juga harus turut campur dalam persiapan pernikahan, mulai dari menghadapi pemilihan baju pengantin, mereka juga harus menghadapi sepupu Cecil yang ‘aneh’ yang ingin ikut menjadi panitia pernikahan, sampai calon mertua dan mantan pacar yang datang menganggu. Semua itu harus dilalui oleh Cecil dan Alo, dan tentu saja bridesmaid and bestman mereka!
                Kisah Kesya tak hanya sampai dengan kesibukannya menjadi bridesmaid, ia juga harus memilih antara Jensen si fotografer ‘gugupan’ atau Marco si bestman dengan senyum sexy-nya. Belum lagi dengan pekerjaannya yang mengharuskan dia untuk bertemu dengan orang-orang kaya yang gila perhiasan, semua itu menambah segala keruwetan hidupnya.
Untuk pembangunan khayalan novel ini boleh diacungi jempol, semua terasa detail, dan semua hal-hal romantis (yang umum) digambarkan dengan jelas di novel ini, tapi untuk sebuah novel yang ‘berjenis’ Metropop, novel ini lebih terasa seperti sebuah novel teen-lite, terlalu banyaknya drama di novel ini malah membuat novel ini datar dan terlalu gampang untuk ditebak, dan bagi saya pribadi novel ini lebay (no offense)

Asal mu(asal) mula.

Ini sedikit alasan kenapa akhirnya saya dengan mantap membuat blog ketiga atau mungkin keempat, setelah blog-blog sebelumnya yang selalu saya terlantarkan hehehe... yah maap.
Jadi, dari dulu sebenarnya saya sudah sadar bahwa budaya membaca saat ini sangat kurang diterapkan di berbagai seluk beluk kehidupan manusia *tsah* tetapi dulu-dulu itu hanya ‘sadar’ saja, belum ada tindakan. Sampai akhirnya di umur saya yang sudah uzur ini, saya merasa sedikit hina karena bahkan untuk mempunyai hobi membaca pun saya belum punya. Ditambah lagi dengan lingkungan dan pria idaman saya yang ternyata, yah ampun, dia baca buku yang (mungkin) lebih 800an halaman, yang saya yakin kalo dipake buat nimpuk orang paling orang itu bakal pass out.
Nah berdasarkan itu, akhirnya saya dan ketiga orang teman saya Pipi, Kiki dan Tri memutuskan untuk membuat sebuah taruhan, jeng...jeng...jeng...
Taruhannya simple, saya berempat harus menumbuhkan minat  dan budaya membaca, minimal pada diri sendiri tentunya, dengan cara kita harus baca minimal tiga buku dalam sebulan, bukunya bukan sembarang buku, bukunya harus diatas 150 halaman, komik tidak masuk dalam hitungan, bukan novel teen-lite, dan sebagai pembuktian kalo kita sudah membaca, kita harus buat review or something like that yang harus kita post mau itu di facebook ataupun blog. Saya sih sudah punya facebook tapi masih agak malu kalo mau nge-post di situ *gak usah tanya kenapa* hehehe... maka dari itu saya putusken untuk buat blog ini.
Dan kenapa nama blognya ‘enditop’? itu singkatan dari ‘endi ngetop’!

Sekian dan terima followers baru dan *ehem*  siapa tau ada yang mau pasang iklan sekalian di blog saya ini?

Tentang Rekrutmen Telkom Indonesia - 2015

Udah lama..lama…lamaaaa banget ya gak nulis di sini, jadi maafkan jika tulisan ini agak kaku. Setelah entah kapan terakhir menulis di blog ...