Enditop: Mei 2011

Selasa, 31 Mei 2011

A Very Yuppy Wedding by Ika Natassa

Ini novel kedua dari Ika Natassa yang saya baca setelah Divortiare, tapi sebenarnya novel ini lebih dulu terbit daripada Divortiare. Dan setelah membaca dua karangan dari Ika Natassa ini (walaupun pasti banyak orang yang bakal bilang “kemana aja lo, baru baca  sekarang?), saya janji akan baca novel-novel selanjutnya dari dia. Damn, i’m addicted!

Sejujurnya saya tidak terlalu tertarik dengan jalan cerita novel ini, tapi saya benar-benar tertarik dengan gaya penulisan dari Ika Natassa, ringan, cerdas, sexy, straigh-to-the-point. Sama seperti Divortiare, saya gak mau berhenti baca ini bahkan untuk pipis, makan, update status, liat timeline twitter dan sebagainya. Ringan tapi masih tetap berisi!

So, here’s the story!
Ada Andrea, bankir muda yang promosi jabatannya sudah ada di depan mata. Ada Adjie, bankir muda yang promosi jabatannya juga sudah ada di depan mata. Lalu apa yang jadi masalah? Yah, mereka. Hubungan mereka yang sama-sama terjalin di satu bank besar, yang sialnya punya aturan seperti bank-bank lain yang melarang pegawainya untuk menjalin hubungan pribadi. *tsah

Nah, mereka akhirnya disuruh milih kan, pokoknya salah satu diantara mereka harus ada yang mundur dari pekerjaannya. Andrea yang obsesi punya karir cemerlang di usia yang terbilang muda, trus Adjie yang cinta mati sama Andrea,dan ketika harus milih siapa yang harus mundur akhrinya malah jadi persoalan sendiri di novel ini. Belum lagi, ada Ajeng, teman satu kantor Andrea dan Adjie yang terang-terangan ngomong tertarik sama Adjie. Trus ada Radit, mantan pacar Andrea yang muncul di saat-saat terakhir penentuan hubungan Andrea dan Adjie. Sampai dengan segala macam persiapan pernikahan adat jawa yang buat Andrea pusing. Ika Natassa sepertinya sukses buat semua itu jadi konflik-konflik ringan sampai berat untuk hubungan Andrea-Adjie ini.

Yah, keseluruhan, novel ini keren. Metro-romantic-pop! 

Divortiare a novel by Ika Natassa

Hmmm... Biasanya di paragraf pertama, kedua atau bahkan sampai yang ketiga saya akan menulis tentang bagaimana cerita dari novel ini, bagaimana tokoh dan apa konfliknya, tapi untuk kali ini saya akan membiarkan pandangan saya berada pada paragraf pertama, kedua atau mungkin sampai ketiga dan selanjutnya (nah lho)
 Divortiare,sebuah novel dari Ika Natassa, yang sukses buat saya baca dari jam 8 malam sampai jam 3 subuh, tanpa berhenti, bahkan untuk pipis, makan, update status, liat timeline twitter dan sebagainya. Novel dengan dialog-dialog ringan tetapi tetap kuat dan tidak kacangan. Novel dengan penggambaran tokoh dan konflik yang kuat.
Alexandra, relationship manager, salah satu bank swasta Ibu kota, yang menikah pada usia 25 tahun dan harus bercerai pada usia 27 tahun. Alexandra dan Beno Wicaksono, bankir dan dokter, sibuk dan sibuk, lost communiction and lost communication. Sepertinya perbedaan mereka hanya pada profesi dan jenis kelamin, selebihnya mereka sama.
 –Karena kalau aku membencinya, ia tidak akan bisa menyakitiku. Kita hanya bisa disakiti oleh  orang-orang yang kita cintai, ya kan? Jadi aku memilih membencinya. Aku memilih membencinya–
       Cerita dimulai setelah dua tahun Alexandra bercerai dengan Beno, setelah dua tahun dengan masih ada tatto nama Beno di dadanya, setelah dua tahun perceraian dan Alexandra masih memakai Beno sebagai dokter pribadinya. Setelah dua tahun dan masih saja ada pertengkaran jika mereka bertemu. Dan setelah semua itu akhirnya Alexandra mencoba membuka hati untuk Denny, Denny yang selalu menyenangkan dan tidak pernah menyakitinya.
      Dan cerita terus berlanjut dengan bayang-bayang masa lalu Alexandra  dan Beno, ditengah hubungannya bersama Denny.
Dan apakah hanya sampai disitu? Oh.. tentu tidak!
Dan apakah saya akan menyuruh Anda untuk membacanya sendiri? Oh.. tentu saja!

Dan ini satu paragraf yang paling saya sukai
 – it’s funny how in Indonesia, prestasi seorang perempuan itu umumnya dinilai dari apakah ia telah menikah. Apakah ia telah menikah dengan pria yang mapan, kaya, tampan, alim, rajin menabung, suka menolong (dan segala tetek-bengek Pramuka itu. I have nothing against Pramuka, really. This is just me being satiric little self) apakah ia punya keluarga yang bahagia. Apakah ia punya anak-anak yang cakep dan pintar. Lantas, ketika pernikahan itu bubar, semua “kekerenan” jadi perempuan itu hilang. Lenyap. Yang ada cuma the blame game. Sudah jelas kan, yang jadi korban the blame game itu siapa? Di saat “duda keren” terdengar sangat cool, “janda kembang” justru terdengar amat merendahkan. –

Sabtu, 21 Mei 2011

Ini Untuk Pipi




Ini tentang Pipi.
Tapi ini bukan tentang Pipi yang ada di muka Anda. Ini tentang Pipi teman saya, orang yang unik tapi mengagumkan.
Saya ketemu dia waktu awal masuk kuliah, dan sampai sekarang hampir 5 dari 7 hari saya, saya selalu ketemu dia. Dan saya masih tetap kagum sama keunikannya. Dia unik, tapi cukup cerdas di keunikannya.

Dulu, pertama kali saya ketemu dia, dan dia masih dengan gaya bicara yang 'aneh' nya, dalam pikiran saya waktu itu "orang ini aneh, kayaknya saya harus jauh-jauh dari dia" tapi sial nya, dia malah makin dekat-dekat ke saya, ihhh...

Sekarang, dia masih jadi teman saya, dan masih unik juga (sebenarnya, kata 'unik' ini dia yang suruh, buat saya dia itu 'aneh' atau mungkin dia ternyata alien, wow!).
Dia unik karena hmmm... dia selalu pasang tampang blo'on, atau memang tampang blo'on itu sudah terpasang semi-permanen di mukanya, saya juga kurang tau, tapi kata-kata 'jangan nilai buku dari sampulnya' itu memang cocok untuk dia, saya selalu kagum kalo dia lagi ngomong nge-enggres. Saya kagum dengan pemikiran-pemikiran uniknya. Saya kagum dengan niatnya yang selalu mau belajar, dan yah saya ketinggalan jauh dari dia.

Dan untuk kalian yang juga menganggap Pipi ini aneh tapi mengagumkan, sepertinya kita harus buat grup. Bagaimana kalo "Pipi Aneh Holic Group" atau "Pipi Aneh Lovers" atau "Komunitas Pengagum Pipi Aneh"?


*Ini penampakan Si Pipi Aneh itu.*


*Model sampul majalah playboy selanjutnya*




Sabtu, 14 Mei 2011

Budaya Power Rangers

Saya ingat banget dulu waktu kecil mama selalu ajarkan untuk tidak minta-minta ke orang lain, apapun itu, apalagi uang, bahkan untuk minta uang ‘lebaran’ ke om sendiri itu dulu rasanya segan.
Budaya-budaya sopan santun yang mama ajarkan dulu, walaupun mungkin masih dalam skala kecil, kadang masih bisa saya jalankan, kadang berlebihan dan kadang hilang sama sekali.
Dulu kalo makan harus di meja makan, semakin kesini, makan itu makan deket sama tipi hehehe
Dulu gak boleh pake gelas, sendok atau apapun yang bekas mulut orang lain, mau keluarga atau temen, waktu masuk pramuka pas SD hilanglah kebiasaan itu.
Dulu harus kerja tugas sekolah dulu baru boleh main keluar atau tidur, sekarang? Eh.. Tugas itu apa yah? 
Dan yang paling penting, itu cium tangan sama orang yang lebih tua, saya sih masih terbiasa, tapi kayaknya sekarang orang lebih suka cium pipi, daripada cium tangan. Dan kebiasaan ini sampai juga di keluarga saya, kalau cuma di keluarga inti sih biasa, dari dulu juga gitu, tapi sampe di tante atau om atau sepupu yang dulu biasanya cuma cium tangan, sekarang setelah itu harus cium pipi juga. Dan ternyata ini berlaku juga bagi orang-orang yang kita kenal, sebagian dari mereka suka ada yang langsung pengen cium pipi aja, dan jujur saya kadang terganggu.
Kadang kalo untuk orang-orang baru yang saya kenal, saya lebih suka salaman (kalo seumuran atau dia lebih muda dari saya) dan cium tangan (kalo lebih tua), kesannya lebih sopan, dan gak sok akrab (yah karena emang belum akrab, kan?). Males aja gitu rasanya kalo belum akrab udah mau cium pipi, apalagi kalo ‘si pencium pipi’nya itu lagi jerawatan atau mukanya minyakan *iyuwh
Nah, sekarang kalo makan di meja makan, rasanya terlalu ‘kaku’, kalo gak mau pake bekas orang bakal dikatain ‘sok bersih’, kadang kalo baru mau cium tangan, ehhh.. si yang punya tangan langsung main cium pipi aja. Jadi suka bingung sendiri, ini apa orangtua saya yang kemarin ngajarinnya kurang ‘memandang masa depan’ *alah, kok yang mereka ajarin semuanya jadi aneh kalo dilakuin pada masa ini. Atau saya yang salah bergaul, atau memang budaya itu kayak power rangers? Cepat sekali berubah.
Nah ternyata nih, sebenarnya selalu akan ada budaya baru, kalo budaya satu hilang, pasti sadar atau tidak kita ternyata udah ada di budaya penggantinya lagi, kayaknya akan begitu seterusnya. Yang jadi masalah yah kalo ternyata kita bahkan gak tau sama sekali kita lagi ada di budaya mana, yah kayak saya sekarang.

Jumat, 13 Mei 2011

Nih laporan tentang novel The Bridesmaid’s Story


“bridesmaid tidak boleh terlihat lebih cantik dibandingkan pengantin”

                Seperti judulnya nove The Bridesmaid’s Story karangan Irena Tjiunata ini secara garis besar berkisah tentang perjuangan Kesya Artyadevi yang menjadi bridesmaid sahabat nya, Cecilia Almira Saraswati.
                Kesya Artyadevi, sang designer perhisaan yang muda dan berbakat, orang yang sederhana, a smoker hater.
                Cecilia Almira Saraswati, sang calon pengantin, sahabat terdekat Kesya sejak TK, a drama queen.
                Cecil dan Alo adalah pasangan sempurna yang saling melengkapi, dan ketika akhirnya mereka memutuskan untuk menikah, Kesya dan Marco Raphael Eagan, diputuskan untuk menjadi bridesmaid and bestman bagi pernikahan mereka. Bridesmaid and bestman bukan hanya menjadi pendamping pengantin pada saat pernikahan, tapi mereka juga harus turut campur dalam persiapan pernikahan, mulai dari menghadapi pemilihan baju pengantin, mereka juga harus menghadapi sepupu Cecil yang ‘aneh’ yang ingin ikut menjadi panitia pernikahan, sampai calon mertua dan mantan pacar yang datang menganggu. Semua itu harus dilalui oleh Cecil dan Alo, dan tentu saja bridesmaid and bestman mereka!
                Kisah Kesya tak hanya sampai dengan kesibukannya menjadi bridesmaid, ia juga harus memilih antara Jensen si fotografer ‘gugupan’ atau Marco si bestman dengan senyum sexy-nya. Belum lagi dengan pekerjaannya yang mengharuskan dia untuk bertemu dengan orang-orang kaya yang gila perhiasan, semua itu menambah segala keruwetan hidupnya.
Untuk pembangunan khayalan novel ini boleh diacungi jempol, semua terasa detail, dan semua hal-hal romantis (yang umum) digambarkan dengan jelas di novel ini, tapi untuk sebuah novel yang ‘berjenis’ Metropop, novel ini lebih terasa seperti sebuah novel teen-lite, terlalu banyaknya drama di novel ini malah membuat novel ini datar dan terlalu gampang untuk ditebak, dan bagi saya pribadi novel ini lebay (no offense)

Asal mu(asal) mula.

Ini sedikit alasan kenapa akhirnya saya dengan mantap membuat blog ketiga atau mungkin keempat, setelah blog-blog sebelumnya yang selalu saya terlantarkan hehehe... yah maap.
Jadi, dari dulu sebenarnya saya sudah sadar bahwa budaya membaca saat ini sangat kurang diterapkan di berbagai seluk beluk kehidupan manusia *tsah* tetapi dulu-dulu itu hanya ‘sadar’ saja, belum ada tindakan. Sampai akhirnya di umur saya yang sudah uzur ini, saya merasa sedikit hina karena bahkan untuk mempunyai hobi membaca pun saya belum punya. Ditambah lagi dengan lingkungan dan pria idaman saya yang ternyata, yah ampun, dia baca buku yang (mungkin) lebih 800an halaman, yang saya yakin kalo dipake buat nimpuk orang paling orang itu bakal pass out.
Nah berdasarkan itu, akhirnya saya dan ketiga orang teman saya Pipi, Kiki dan Tri memutuskan untuk membuat sebuah taruhan, jeng...jeng...jeng...
Taruhannya simple, saya berempat harus menumbuhkan minat  dan budaya membaca, minimal pada diri sendiri tentunya, dengan cara kita harus baca minimal tiga buku dalam sebulan, bukunya bukan sembarang buku, bukunya harus diatas 150 halaman, komik tidak masuk dalam hitungan, bukan novel teen-lite, dan sebagai pembuktian kalo kita sudah membaca, kita harus buat review or something like that yang harus kita post mau itu di facebook ataupun blog. Saya sih sudah punya facebook tapi masih agak malu kalo mau nge-post di situ *gak usah tanya kenapa* hehehe... maka dari itu saya putusken untuk buat blog ini.
Dan kenapa nama blognya ‘enditop’? itu singkatan dari ‘endi ngetop’!

Sekian dan terima followers baru dan *ehem*  siapa tau ada yang mau pasang iklan sekalian di blog saya ini?

Tentang Rekrutmen Telkom Indonesia - 2015

Udah lama..lama…lamaaaa banget ya gak nulis di sini, jadi maafkan jika tulisan ini agak kaku. Setelah entah kapan terakhir menulis di blog ...