Enditop

Minggu, 30 Oktober 2011

Mungkin ini cuma karena saya belum sadar pernah merasakan cinta

Di beberapa novel, status di twitter ataupun facebook, atau kata teman-teman saya yang sudah pernah mengalaminya, orang jatuh cinta itu pakai perasaan, tidak rasional, blind, tai kucing pun rasa coklat, harus sakit dulu baru kita tau itu cinta dan lain sebagainya.

Ini tentang beberapa orang yang pernah saya temui, yang mengakui tentang sakitnya perasaan mereka karena cinta, tapi masih tetap bertahan karena katanya mereka cinta. Ini tentang rasa tidak setuju saya kepada mereka karena mereka sepertinya hanya menutup mata karena takut tentang cinta yang lain. Ini tentang keinginan saya untuk menyampaikan semakin mereka menutup mata, semakin kecil kesempatan untuk dapat cinta yang lain, yang lebih menyenangkan.

Ketika dulu masih kecil, saya pernah berharap kisah cinta saya seperti putri yang dikutuk kemudian datang pangeran tampan yang menyelamatkan saya dan hidup bahagia selamanya, sayang hari ini saya bukan seorang putri dan saya tidak ingin sama sekali kena kutukan, walaupun saya masih tetap ingin mendapatkan pangeran apalagi yang tampan. Mungkin di zaman sekarang ini ceritanya sudah berubah sedikit, sang putri harus disakiti dahulu sama pangeran bukan kutukan, lalu pangerannya sadar kemudian minta maaf, berjanji akan merubah segalanya, mereka baikan dan hidup bahagia selamanya.

Karena sampai saat ini saya merasa belum pernah jatuh cinta, mungkin belum sadar, saya sama sekali tidak memiliki bayangan kenapa ada sebagian orang yang tetap bertahan walaupun telah mengaku sakit. Sampai saat ini saya menganggap jatuh cinta itu harusnya yang bahagia-bahagia, yang senang-senang, yang enak-enak. Seperti putri yang kena kutukan, kutukannya kan hanya berlaku ketika belum bertemu si pangerannya atau cintanya, kalau sudah ketemu kan mereka bakal hidup bahagia, kenapa orang-orang ini malah kayak dapat kutukan setelah ketemu pangerannya? Cintanya?

Tapi karena kata mereka saya tidak akan tahu rasanya karena saya belum pernah merasakan jatuh cinta, jadi kali ini saya cuma bisa berharap saja kalaupun nanti saya sadar sedang jatuh cinta sama seseorang yang jatuh cintanya pakai "banget", logika saya masih jalan walaupun itu sedikit, lidah saya masih berfungsi sehingga mengetahui yang mana tai kucing dan yang mana coklat, mata saya tidak menjadi minus atau plus dan tetap sadar tentang mana hal menyakitkan dan mana hal menyenangkan, saya tidak mendapatkan kutukan apapun sebelum dan sesudah bertemu dengan pangeran saya yang semoga saja tampan. Amin.

Morning Brew oleh Nina Addison

Reney menganggap dunianya hancur setelah putus dengan pacar hampir delapan tahunnya, Boy. tetapi dengan bantuan Ivana dan Denny, sahabat dan partner kerjanya di morning brew, Reney berhasil melewati ini semua. Cerita di novel ini simple, reney putus, trus cerita tentang dia move on dan sebagainya, sampai akhirnya ketemu dengan Mr. Right nya bla bla bla..

Yuk, mampir ke dunia Morning Brew. Reney, Danny dan Ivana dengan senang hati siap menemani dengan cerita dan segelas kopi hangat plus semangkuk soup of the day yang akan bikin kamu ketagihan!
Ketika membaca judul dan kutipan resensinya (seperti yang di atas), saya mengira cerita ini akan membahas tentang Reney, Ivana dan Denny dengan morning brew mereka, sayang sekali, cerita di novel ini terlalu terpusat dengan kehidupan asmara Reney. Sosok Ivana dan Denny hanya dijadikan sosok pendukung, dengan Ivana yang rasional dan Denny yang optimis, menjadikan mereka sebagai sahabat sesuai, yin dan yang menurut reney. Tapi saya suka info-info intermezzo yang diberikan novel ini, setidaknya menambah sedikit pengetahuan saya daripada pengetahuan bahwa ternyata ditinggal pacar hampir delapan tahun itu menyakitkan. Novel ini tidak membuat saya ketagihan, tetapi tidak juga membuat saya berhenti di tengan jalan, mungkin itu saja dari saya, lebih dan kurangnya silahkan kalian yang atur.

I Ordered My Wife From The Universe by Stanley Dirgapradja

Teguh Pradana Wirawan, mungkin memiliki semua yang diinginkan orang yang hidup di kota besar. Pekerjaan mapan, lingkungan sosial kelas atas, teman-teman menyenangkan, hingga pacar nyaris sempurna, setidaknya itu yang dia rasakan.

Hingga semua kesempurnaan hidupnya dirasakan menjadi tidak ada artinya ketika si pacar nyaris sempurna itu mengkhianatinya. Terpuruk dengan kisah cintanya, Teguh akhirnya memutuskan untuk tidak mencintai lagi, sampai akhirnya bertemu dengan Nadia, dengan tanpa sengaja, di situs pencarian jodoh.

Begitulah kira-kira garis besar cerita novel ini, gaya bahasa ibu kota, sedikit sering di campur bahasa asing, dan berbagai penyebutan brand ternama hingga tempat nongkrong para eksekutif muda menjadikan novel ini sangat khas dengan jenisnya yang memang ‘metropop’. Tapi sayang, buat saya pribadi, alur cerita yang disajikan kadang terlalu lambat sehingga membuat saya sedikit bosan, dengan akhir yang sudah jelas bisa diketahui di pertengahan buku, membuat saya agak malas untuk menyelesaikan buku ini, tapi karena buku ini sewaan dan saya akan merasa sangat rugi kalau tidak diselesaikan, yah dibacalah sampai habis bis bis...

Yang membuat saya agak jengah adalah rasa ketidak percayaan diri si tokoh utama (Teguh) dengan kegemukan, berat badan, atau apalah yang biasa penulis sebutkan di buku ini, hampir di setiap bab dimunculkan ketidak percayaan diri si tokoh utama tersebut. Entah mungkin itu memang yang penulisnya ingin tunjukkan, tapi bagi saya, agak berlebihan jika hampir semua tentang kegemukan si teguh di umbar di setiap bab. Buat saya di bab-bab awal pembaca (saya) juga sudah tahu si tokoh utama ini gemuk, besar, gendut, dan merasa kurang percaya diri dengan badannya, jadi tidak perlu untuk semua bab ada bagian lagi yang menegaskan kalau dia gemuk, besar gendut dan merasa kurang percaya diri, kalau memang begitu lebih baik mungkin judulnya “The Fat Man Who Ordered His Wife from Univerese”, no offense yah, cheers! 

Rabu, 28 September 2011

Halo! Akhir ini saya ...

Halo!

Saya masih hidup!


Hanya rasanya susah sekali menumbuhkan sikap konsisten untuk selalu menulis di blog ini.

Tidak banyak yang berubah di dunia saya sepanjang postingan terakhir di blog ini, hari masih ada tujuh, sehari masih ada 24 jam, muka saya masih tetap manis, Anda mungkin masih salah satu fans saya.

Akhir ini saya sempat membaca sebuah novel, judulnya Genogram, salah satu novel yang senior saya sarankan untuk saya baca, dan sekarang saya sarankan untuk kalian juga baca.

Akhir ini juga saya sempat mendengar lagu Alamat Palsu, ehhh, terserah kalian sih mau dengar atau tidak, untuk yang ini saya tidak akan menyarankan apa-apa.

Akhir ini juga saya sedang sibuk dengan sesuatu yang entah penting atau tidak.

Yah, inilah akhir postingan blog saya kali ini, semoga bermanfaat, salam.

Selasa, 12 Juli 2011

Pengingat

Silahkan katakan aku bodoh karena aku terlalu malas untuk berkenalan dengan segala paham dari Karl bla bla atau Freud atau siapalah nama yang sering kau sebutkan. Bagi ku itu hanya bentuk penyederhanaan dari otak dan hidup ku yang malas bertentangan dengan realita.
Silahkan mencaci tulisan ku yang kadang tidak menempatkan tanda baca dengan baik dan benar, buat ku itu hanya penyederhanaan dari keinginan ku yang hanya ingin menulis untuk mengeluarkan 'sesuatu' bukan untuk mendapatkan 'sesuatu'.
Silahkan mengatakan aku orang paling malas karena lebih menyukai segala yang instan, buat apa mementingkan proses ketika yang dipandang adalah akhir.
Tidak masalah jika mengatakan aku orang yang tidak peduli sesama, karena aku memang lebih suka memikirkan hidup ku, toh semua orang juga sudah memiliki akal dan jalannya masing-masing, kenapa aku harus turut capek untuk memikirkannya.
Silahkan katakan penyederhanaan ku ini suatu bentuk pembenaran tentang kebodohan dan kemalasan ku, semoga suatu saat nanti aku bisa peduli.

Minggu, 10 Juli 2011

Iseng Mikir

Lucu sekali rasanya melihat pemberitaan di media-media masa saat ini, media sepertinya hanya dijadikan seperti sebuah bola yang terus dioper-oper dari satu kaki ke kaki yang lain, belum tuntas berada di kaki satu sudah dioper ke kaki lainnya, bagi mereka yang mengatakan media is new God, sorry to say this, darling, sepertinya ada God-God lainnya yang lebih punya kuasa untuk mengontrol si “God-media”, lihat saja bagaimana media sekarang tidak punya daya untuk menyelesaikan suatu berita ketika muncul berita lain yang lebih menaikkan rating. Sepertinya mereka hanya bisa menaikkan isu, lalu didialogkan, tapi lupa untuk mengawasi sampai selesai. Terprovokasi sendiri oleh berita yang dinaikkan.

Selasa, 21 Juni 2011

Percakapan Kita

“Apa yang kau lihat daritadi? Kenapa hanya diam dan kekosongan yang kudapat? Apakah kau tak sadar aku ada di hadapan mu?”
“Aku tak tahu, aku bosan, mungkin saja aku akan membuat puisi seperti di film dian sastro itu, mungkin aku akan benar-benar lari ke hutan jika aku mampu, sayang itu hanya akan terdengar seperti lelucon basi.”
“Setidaknya dalam kebosanan mu kau pasti memikirkan sesuatu, kan?”
“Entahlah, aku tak begitu yakin.”
“Kalau begitu mari kita memikirkan sesuatu, sial, sepertinya aku sudah bertindak seperti kartun perempuan kecil berponi itu, iya kan? Hahaha...”
“Aneh, aku tak bisa tertawa lagi sekarang.”
“Kenapa? Apakah lelucon ku 'garing'?”
“Yah begitulah, sepertinya kau harus belajar pada orang-orang yang biasa berdiskusi di kotak-kotak kecil itu, mereka sangat lucu, mereka sepertinya suka sekali memakai berbagai warna baju, kadang kuning, biru, merah, hijau sudah selayaknya badut, sangat menghibur!”
“Yah, aku juga pernah melihat mereka, tapi aku tak setuju dengan mu, mereka sama sekali tak menghibur, bagaimana mungin kau bisa merasa mereka itu lucu?”
“Ayolah, apakah kau tak memiliki sense of humor? Masa yang seperti mereka tak kau anggap lucu? Lihat bagaimana mereka selalu berdiskusi dengan penuh semangat saat ini, lalu akan lupa esok hari, mana ada orang di dunia ini yang pelupa seperti mereka?”
“Itu hanya terlihat bodoh bagiku, tidak lucu sama sekali, dan kau sadar akan itu, iya kan?”
“Betul, tapi tidak kah kau merasa semua yang bodoh itu enak untuk ditertawakan? Kita akan selalu tertawa untuk sebuah kebodohan, iya kan? Sial, aku mulai tak mengerti apa yang sedang aku bicarakan.”
“Terserahlah, toh setidaknya kau sudah menulis sesuatu, tak membiarkan aku kosong melompong seperti tadi.”

Tentang Rekrutmen Telkom Indonesia - 2015

Udah lama..lama…lamaaaa banget ya gak nulis di sini, jadi maafkan jika tulisan ini agak kaku. Setelah entah kapan terakhir menulis di blog ...