Enditop

Selasa, 27 Maret 2012

Pura-pura Tuli

Semua orang mungkin pernah berdiri di masa seperti ini, warna bukan cuma hitam dan putih, bahkan lebih mengerikan daripada abu-abu.


Semua orang mungkin pernah berjalan di waktu seperti ini, tidak ada yang lambat atau cepat, bahkan sudah tidak lagi terasa.

Yah, terserah sih semua orang pernah merasakan ini atau tidak, yang jelas saat ini saya berdiri di tempat tanpa warna, menunggu pelangi datang. Saya masih menunggu di persimpangan jalan, semoga nanti ada jalan yang ke-lima.

Semua orang mungkin pernah mendengar ini, kenapa hanya menunggu pelangi, kenapa hanya menunggu jalan ke-lima. Kenapa, kenapa, kenapa, kenapa lagi, lagi dan lagi. Sampai akhirnya saya bosan dan merasa lebih baik menutup telinga. Tolong jangan tanya kenapa lagi, apalagi bertanya apa maksud tulisan ini.

Halo Akhir!

Mungkin kita pernah bertemu sebelumnya. Mungkin juga kamu pernah berkunjung dengan sosok mengerikanmu. Atau mungkin kita pernah dikenalkan dengan penuh senyum.


Saya tidak terlalu ingat dengan masa itu, pura-pura lupa jika itu menyeramkan, jual mahal jika itu menyejukkan.

Entah mengapa saya hanya ingin menyapamu dengan ini, mungkin memulai pertemanan karena bagaimanapun pasti nanti kita bertemu, siapa yang tahu kalau ternyata nanti kita berteman.

Saya lagi ingin menyapamu, seperti para kapten pemain bola yang bersalaman, tukar bendera dan foto bersama dengan penuh senyum sebelum saling membunuh.

Karena saya sudah memulai perkenalan ini, bagaimana kalau sekarang giliranmu, ayo kenalkan dirimu, supaya gampang bagi saya memilih untuk menyapamu dengan senyum atau seringai.

Minggu, 26 Februari 2012

Setelah 7 Wanita Menamparku, a novel by anak S-E-N

Saat  ini saya hanya ingin bercerita tentang pertemuan tiga kali saya dengan Desta Aletea Sabarno.
Sudah tiga kali ini saya bertemu dengan Desta Aletea Sabarno, anak Pak Sabarno si tukang Pos, sulung dari sepuluh adik-adiknya, anak perempuan dari ibu yang buta huruf. Dua pertemuan saya sebelumnya di Istana Negara Selalu Menghadap ke Timur dan Genogram membuat saya jatuh terpesona sama sosok Desta ini (karena dia dan saya sama-sama perempuan, maka lebih baik jatuh terpesona daripada jatuh cinta). Di dua pertemuan saya dengan Desta sebelumnya, dia cuma mengisahkan tentang bagaimana kehidupannya ketika menjadi penasehat kepresidenan dan kehidupannya setelah menjadi mantan penasehat kepresidenan, dia belum pernah bercerita tentang bagaimana awalnya dan awalnya dan awalnya dan awalnya lagi sampai dia bisa menjadi sosok penting dalam lingkar penasehat kepresidenan.

Akhirnya, setelah dua pertemuan itu, Desta berbaik hati untuk menceritakan awal kisah perubahan hidupnya di buku “Setelah 7 Wanita Menamparku” ini.  Untuk yang belum pernah bertemu dengan Desta sebelumnya, sebaiknya memang memulai pertemuan dengan membaca buku ini, jangan langsung loncat-loncat seperti saya :p

Berbeda dengan Istana Negara Selalu Menghadap ke Timur dan Genogram yang menceritakan tentang bagaimana cara Desta menghadapi “musuh-musuhnya yang nyata”, buat saya kali ini Desta lebih banyak bercerita tentang bagaimana cara dia menghadapi perang batin di dirinya, umur yang memasuki 27 tahun, pengangguran, dengan sepuluh adik yang ajaib, membuat konfliknya hanya berada pada diri Desta, dan beberapa kisah penghibur tentang bagaimana Desta menghadapi masalah-masalahnya, mulai dari kasus sayembara sampai bunuh diri, semua dihadapi dengan cara yang “Desta” sekali. Mau tahu apa itu cara yang “Desta” sekali? Sepertinya kalian memang harus bertemu dengan Desta dulu, biar dia yang menceritakan bagaimana itu cara “Desta” sekali.

Di pertemua ketiga saya dengan Desta ini saya masih terkagum dengan bagaimana anak S-E-N membuat kegiatan baca-membaca saya terhenti-henti hanya untuk mencatat hal-hal yang saya rasa penting dari tulisan mereka/dia. “Setelah 7 Wanita Menamparku” buku dengan judul yang aneh, tapi kalau yang ada di pikiran Anda adalah 7 wanita yang saling tampar-tamparan, berarti Anda hampir benar dan hampir salah, buku ini memang menampar, tapi tidak dengan wanita apalagi sampai tujuh, buku ini cuma menampar dengan kata. *tsah* dan terlepas dari judulnya itu, buku ini adalah salah satu seri buku yang wajib untuk dibaca, oh iya, urutannya ada pada “Setelah 7 Wanita Menamparku”, lalu “Istana Negara Selalu Menghadap ke Timur” dan kalian bisa akhiri dengan “Genogram”. Sekian dulu yah, Salam!

Test Pack oleh Ninit Yunita


Halo!
Sebelumnya, sebagai pembuka, saya ingin menjelaskan atau melaporkan tentang keadaan klub baca-membaca saat ini, saat ini kami sudah berjumlah enam orang (termasuk saya), yang berarti itu bakal kelewat banyak kalau mau ditraktir goceng, yang berarti saya tidak boleh kalah, maka dari itu saya menulis review ini pagi-pagi dengan semangat anti-kekalahan! Hosh! 


Kakang dan Neng sudah lama menantikan kehadiran anak dalam keluarga kecil mereka. Tujuh tahun menikah dan belum juga ditemani kehadiran anak membuat Neng sedikit agak frustasi, tapi belum sampai gila sih. novel 196 halaman ini bercerita tentang situasi, gonjang-ganjing, naik-turun, kesana-kemarinya kehidupan rumah tangga Kakang dan Neng dalam menghadapi keinginan punya anak, komitmen tanpa anak, dan kadang posisi-posisi membuat anak, diceritakan dengan lucu membuat novel ini ringan padahal konflik yang dibahas berat. Diceritakan dengan point of view Kakang dan Neng, membuat kita tahu bagaimana cintanya Kakang ke Neng, dan bagaimana maunya Neng punya anak dari Kakang, dan buat saya novel ini SANGAT romantis, tetapi jangan mengharapkan akan ada sujud-sujudan dengan cincin di tangan dan lilin di atas meja lalu kemudian kembang api menyala-nyala, pasangan ini menunjukkan cara romantis yang sederhana, romantis dengan tetap bertahan pada komitmen mau badai atau badak yang menyerang.


Sekian review atau komentar singkat yang saya tulis untuk buku pertama dan review ke dua dalam bulan ini, semoga kalian para peserta klub ataupun biro pengembangan baca-membaca ini KALAH! Mwahahaha.. lumayan kalau dapat “goceng” lima!

Cemburu Itu Peluru


Para pemilik akun twitter mungkin sudah tidak asing lagi dengan twit-twit dari #fiksimini, begitupun dengan buku ini, buku setebal 159 halaman ini merupakan pengembangan dari fiksimini-fiksimini yang dibuatkan cerita (sangat) pendek, sebenarnya hanya itu yang saya bisa katakan mengenai isi buku ini, karena memang tidak ada alur cerita, tidak ada tokoh, dan sebagainya, sampai saat inipun saya tidak tahu ini jenis buku seperti apa, dan sepertinya memang akhir-akhir ini banyak sekali buku-buku yang “terinspirasi” dari si Twitter.

Buku ini menjadi keren karena dengan cerita yang sangat pendeknya bisa membuat kita tertegun di akhir cerita, kadang tragis, horror, aneh, dan kadang juga saya gak ngerti akhir ceritanya hehehehe...

Dari lima penulisnya, saya paling suka bagian Kika Dhersy Putri yang kadang bisa membuat yang awalnya bahagia berakhir dengan tragis, dan tulisan Andy Tantono yang kadang horror dan tragis-tragis juga. (Ini kok jadinya kayak saya suka cerita-cerita tragis yah?)

Baiklah, sekian dulu ulasan singkat saya tentang buku ini, dan bagi kalian para anggota kelompok goceng-gocengan silahkan menikmati kekalahan mwahahaha ;)

Selasa, 31 Januari 2012

Quarter Life's Tale oleh Bunga Mega

Langsung saja, novel ini berkisah tentang tiga perempuan di akhir umur 20 tahun. Ada tiga orang sahabat, Shiva, Donna, dan Ilyaa, dengan tiga masalah percintaan yang berbeda. *tsah

Shiva, perempuan yang katanya takut berkomitmen tapi punya khayalan “negeri seribu dongeng dengan pangeran tampan berkuda putih”. Dia percaya dengan mimpinya yang terus-terusan tentang pangeran berkuda putih. Buat saya dia bukan takut berkomitmen, cuma terlalu percaya dan terus berharap dengan mimpinya yang, yah begitulah... Akhir cerita cinta dari Shiva ini (jujur) yang paling buat saya dudududu... eneg.

Ilyaa, perempuan yang kelewat setia sama pacarnya yang kurang ajar. Karakter Ilyaa ini, buat saya, punya cerita yang lebih naik-turun dibanding karakter lainnya, tapi gak dapat porsi yang lebih banyak dari Shiva. Akhir cerita cinta dari Ilyaa yang bikin kaget ini menambah beberapa poin dari novel ini. “if tomorrow never comes, then do it today”

Donna, hemm... dari semua karakter, bagian Donna ini yang paling sedikit porsinya, sayang sekali. Buat saya, karakter dan cerita cinta Donna ini termasuk yang unpredictable, dengan gaya suka-suka, pilihan cintanya juga suka-suka. Akhir cerita cintanya tidak semengagetkan seperti Ilyaa tetapi lebih menarik daripada Shiva.

Dari penjelasan di atas, kayaknya ketahuan sekali kalau bagian yang paling tidak saya suka adalah bagian pas karakter Shiva, well, Anda benar, buat saya, karakter Shiva dan ceritanya justru membuat novel ini kayak teen-lite, terlalu remaja, padahal karakternya berumur 20an akhir, dan ini merembes ke mood saya untuk baca novel ini, too bad. Tetapi daripada saya kalah taruhan lagi bulan ini, akhirnya novel ini juga terselesaikan, walaupun jujur, tidak sesuai dengan ekspektasi saya tentang kisah cinta di umur 20 tahunan akhir. *tsah
no offense, Cheers!

Senin, 16 Januari 2012

Zona @ Last oleh Dewie Sekar





Karena saya gak mau kalah bulan ini oleh kakak pendatang baru, maka dengan semangat melebihi 45 saya menyelesaikan novel ke dua ini! So, here we go!             

Setelah membaca Perang bintang, akhirnya saya memutuskan untuk membaca juga novel  yang berkaitan, walaupun katanya berdiri sendiri, yah Zona @ Last ini, telat sih mungkin, tapi lebih baik daripada tidak sama sekali, kan? (membela diri) setidaknya jauh lebih baik daripada kalah taruhan lagi oleh kakak pendatang baru yang itu!
Setelah (lagi) di Perang Bintang ada Wira, Rezia dan Nora, kali ini di Zona @ Last saya ketemu lagi dengan Nora dan Zona, dan sedikit Wira dan Rezia.
Setelah memutuskan untuk ikut pulang dari Paris bersama Wira dan Nora, Zona kembali harus membuka “luka” masa lalunya di Jakarta. Pria tampan, yang tangan kanannya terpaksa diamputasi akibat tsunami ini harus berhadapan dengan kenyataan bahwa sekarang dia cacat, dan ditinggal kawin oleh Mutia, cinta masa lalunya. Lalu, ada Nora, cewek manis, sepupu Wira, yang jatuh cinta dengan Zona. Juga ada Ari, saudara kembar identik Zona yang bisa berkomunikasi lewat telepati dengan Zona *bah!
Zona yang mungkin masih terpukul atau memang tempramen ini tiba-tiba menghilang dari Nora, oh, iya Zona yang ini tepatnya lebih suka menghilang tiba-tiba, sehingga membuat Nora pergi mencarinya, bahkan sampai ke Aceh dan berurusan dengan Mutia. Inti dari novel ini bagi saya adalah bagaimana Zona berdamai dengan masa lalunya, dengan Nora sebagai pemanis, dan Mutia sebagai pelengkap.

Novel ini sebenarnya ada tiga seri, masih ada Zona @ Tsunami untuk mengetahui kisah Zona dan Mutia sebelumnya, tapi saya sudah gak berminat membaca kisah sebelumnya, buat saya bagian Perang Bintang masih lebih menghibur daripada Zona @ Last ini, di novel ini cuma ada perang batinnya Zona, yang buat saya kurang menarik dan memaksa, dan terlalu banyak kata mutiara untuk novel metropop, membuat saya merasa sedikit digurui. Tetapi gaya bahasa ataupun tulisan atau apalah namanya cukup menghibur, tidak terlalu kaku, tetapi tidak juga terlalu selengekan (padahal di resensi bukunya, karakter Zona digambarkan selengekan, tapi yah sudahlah) Well, at least saya sudah baca dua novel kan bulan ini? *melirik saingan-saingan di kelompok yang katanya aneh*

Tentang Rekrutmen Telkom Indonesia - 2015

Udah lama..lama…lamaaaa banget ya gak nulis di sini, jadi maafkan jika tulisan ini agak kaku. Setelah entah kapan terakhir menulis di blog ...